Dengan adanya teknologi internet teori marketing mengalami sedikit pergeseran. Seperti kita ketahui konsep marketing mix yaitu 7 P yang mutlak dan harus dilakukan salah satunya adalah pemilihan tempat ( Place ) yang strategis, dimana dalam konteks pemasaran tempat tersebut ramai dilewati, memiliki lay out yang baik dan sebagainya.
Akan tetapi kini dengan internet, dari dalam kamarpun bisa menjangkau dunia. Namun pertanyaan yang timbul adalah seberapa besar pengaruh perdagangan online (e-comerce) terhadap pedagang konvensional yang sudah mengakar selama ribuan tahun.
Berdasarkan hasil survey dilapangan terhadap pedagang pakaian konvensional, ternyata dampak psikologis lebih terasa daripada dampak riilnya, oleh karena pengguna internet dikalangan masyarakat Indonesia masih sangat terbatas dan target yang tidak jelas dijalur online dan tentunya akan berpengatuh pada belanja pakaian online.
Berbeda dengan negara-negara maju, perkembangan e-comerce begitu pesat dan menjadikan pola belanja pakaian online semakin familiar dan sempat membuat kewalahan para pedagang besar konvensional dalam menjalankan strategi marketingnya.
Bagi pedagang pakaian online atau aksesoris lainnya, pertumbuhan pedagang online sejenis seharusnya tidak dipandang sebagai menyaingi pedagang online yang lain akan tetapi lebih tepat dipandang sebagai menghidupkan atau menggairahkan e-comerce itu sendiri khususnya di Indonesia. Karena dengan demikianlah pedagang online memiliki power untuk menyaingi pedagang pakaian konvensional.
Sebagai contoh misalnya sebuah mall yang besar hanya di tempati oleh segelintir pedagang dan sebagian besar toko/kios tutup, maka daya tarik terhadap mall tersebut juga akan menurun. Pertama karena tidak lengkap dan yang kedua karena tidak adanya persaingan yang ketat yang dapat menghidupkan suasana belanja ataupun suasana mall itu sendiri, demikianlah halnya dengan pedagang online.
Pertumbuhan jumlah pedagang di jalur online justru akan menjadi daya tarik pasar yang secara langsung atau tidak langsung mendorong keingintahuan para customer yang mengejar efisiensi dalam belanja barang.
Pedagang pakaian online tidak memiliki target pasar yang jelas dalam jangka pendek karena bagaimanapun keberadaannya mengharapkan para pembeli dari pedagang konvensional yang kita ketahui mayoritas sangat minim pengetahuannya tentang komputer atau internet, sedangkan minoritas pedagang konvensional yang mengerti teknologi ini tentu beralih atau membuka usahanya di jalur online juga, sehingga dengan demikian sangat kecil kemungkinannya terjadi jual beli antar sesama pedagang online.
Oleh karena itu pedagang online di Indonesia dalam jangka pendek lebih banyak memberi terapi kepada pedagang konvensional ketimbang mengambil alih posisi perdagangan.
Namun demikian bukan berarti pedagang online tidak memiliki prospek dimasa depan, karena masih tergolong baru sehingga membutuhkan waktu menjadikan e-comerce lebih familiar sehingga efisiensi yang diharapkan semua pihak saat ini dapat tercapai.
Akan tetapi kini dengan internet, dari dalam kamarpun bisa menjangkau dunia. Namun pertanyaan yang timbul adalah seberapa besar pengaruh perdagangan online (e-comerce) terhadap pedagang konvensional yang sudah mengakar selama ribuan tahun.
Berdasarkan hasil survey dilapangan terhadap pedagang pakaian konvensional, ternyata dampak psikologis lebih terasa daripada dampak riilnya, oleh karena pengguna internet dikalangan masyarakat Indonesia masih sangat terbatas dan target yang tidak jelas dijalur online dan tentunya akan berpengatuh pada belanja pakaian online.
Berbeda dengan negara-negara maju, perkembangan e-comerce begitu pesat dan menjadikan pola belanja pakaian online semakin familiar dan sempat membuat kewalahan para pedagang besar konvensional dalam menjalankan strategi marketingnya.
Bagi pedagang pakaian online atau aksesoris lainnya, pertumbuhan pedagang online sejenis seharusnya tidak dipandang sebagai menyaingi pedagang online yang lain akan tetapi lebih tepat dipandang sebagai menghidupkan atau menggairahkan e-comerce itu sendiri khususnya di Indonesia. Karena dengan demikianlah pedagang online memiliki power untuk menyaingi pedagang pakaian konvensional.
Sebagai contoh misalnya sebuah mall yang besar hanya di tempati oleh segelintir pedagang dan sebagian besar toko/kios tutup, maka daya tarik terhadap mall tersebut juga akan menurun. Pertama karena tidak lengkap dan yang kedua karena tidak adanya persaingan yang ketat yang dapat menghidupkan suasana belanja ataupun suasana mall itu sendiri, demikianlah halnya dengan pedagang online.
Pertumbuhan jumlah pedagang di jalur online justru akan menjadi daya tarik pasar yang secara langsung atau tidak langsung mendorong keingintahuan para customer yang mengejar efisiensi dalam belanja barang.
Pedagang pakaian online tidak memiliki target pasar yang jelas dalam jangka pendek karena bagaimanapun keberadaannya mengharapkan para pembeli dari pedagang konvensional yang kita ketahui mayoritas sangat minim pengetahuannya tentang komputer atau internet, sedangkan minoritas pedagang konvensional yang mengerti teknologi ini tentu beralih atau membuka usahanya di jalur online juga, sehingga dengan demikian sangat kecil kemungkinannya terjadi jual beli antar sesama pedagang online.
Oleh karena itu pedagang online di Indonesia dalam jangka pendek lebih banyak memberi terapi kepada pedagang konvensional ketimbang mengambil alih posisi perdagangan.
Namun demikian bukan berarti pedagang online tidak memiliki prospek dimasa depan, karena masih tergolong baru sehingga membutuhkan waktu menjadikan e-comerce lebih familiar sehingga efisiensi yang diharapkan semua pihak saat ini dapat tercapai.
Sumber : hanslim.wordpress.com