Kiprah pasar yang terletak di Jakarta Pusat sebagai sentra perdagangan tekstil sudah dimulai sejak tahun 1735. Walau berusia lebih 270 tahun, kiprah Tanahabang sebagai pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara tetap mampu bertahan hingga kini.
Seiring dengan perkembangan waktu, pasar ini pun terus berbenah menyesuaikan diri mengikuti perubahan zaman. Sejak dua tahun silam, Pasar Tanahabang menempati sebuah gedung jangkung berlantai 20 dengan 8.000 kios. Namun jumlah ini masih akan bertambah jika pembangunan gedung di sekitarnya selesai.
Jenis produk yang dijual pun beragam. Tak hanya tekstil bahan pakaian, sprei, dan gordin, kini pakaian jadi, tas, dan sepatu juga tersedia. Soal harga, para pedagang tetap memberlakukan harga grosir. Di sini, tawar-menawar pun bukan merupakan hal yang tabu. Tak heran jika pasar ini banyak dikunjungi kaum hawa.
Tidak jauh dari Pasar Tanahabang, kini ada pusat tekstil lainnya yakni Jakarta City Center. Barang yang diperdagangkan mayoritas busana muslim dan perlengkapannya. Namun pasar yang dikenal sebagai Pasar Tasik ini hanya ramai pada Senin dan Kamis. Pada dua hari itu, pedagang menggelar dagangan pukul 04.00 WIB dan tutup sekitar pukul 10.00 WIB.
Selain di Pasar Tanahabang, pemburu tekstil menyerbu Pasar Cipadu, Tangerang, Banten. Di sini dijual aneka macam tekstil berkualitas dengan harga murah. Pasar Cipadu pada dasarnya adalah pasar rakyat. Kios-kios didirikan masyarakat setempat sekitar tahun 1990. Lantaran itu tak tampak kesan mewah dari pasar ini.
Sejumlah pedagang biasanya mengumpulkan tekstil sisa ekspor dari pabrik-pabrik di Tangerang. Berbeda dengan pedagang tekstil umumnya, pedagang di Cipadu menjual dengan cara kiloan bukan meteran. Namun demikian, sejumlah penjual tetap menjual kain dengan dimeter. Peredaran uang di pasar ini mencapai miliaran rupiah per hari.
Kini, Pasar Cipadu makin berkembang. Jumlah kios terus bertambah dan aneka dagangan semakin bervariasi. Tidak hanya menjual tekstil meteran atau kiloan, ditemukan dagangan produk-produk tekstil seperti kain sprei, sarung bantal, atau gorden. Kain yang dijual juga tidak lagi sisa ekspor, tapi impor dari Cina, Korea, dan India.
Di saat ekonomi yang kurang baik ini, kehadiran pakaian bekas bermerek impor menjadi alternatif warga untuk bergaya dengan pakaian-pakaian branded. Di Makassar, Sulawesi Selatan, tempat penjualan pakaian bekas disebut cakar. Kata cakar kependekan dari cap karung, mengingat pakaian dibeli para pedagang secara karungan.
Selain di Kota Makassar, banyak ditemukan pasar tradisional menjadi pusat penjualan cakar. Salah satunya di Jalan Sam Ratulangi. Di sini, berbagai pakaian bekas mulai dari baju, celana, rok, hingga pakaian dalam wanita pun dijual. Bahkan juga dijual kaca mata, jam tangan, ikat pinggang, dan topi.
Pembeli baju bekas ternyata bukan hanya masyarakat golongan ekonomi kurang mampu saja. Artis Melani Subono bisa dikatakan sebagai salah satu penggemar pakaian bekas yang berasal dari golongan mampu. Penyanyi yang baru mengeluarkan album kedua ini selalu menyempatkan diri berburu pakaian bekas di sela-sela kesibukannya.
Tidak ada kata gengsi bagi Melani dalam memburu pakaian bekas. Melani sehari-hari sibuk dengan urusanevent organizer membeli pakaian bekas dari berbagai penjuru daerah dan luar negeri. Selain murah meriah, pakaian yang didapat pun seringkali adalah merek terkenal dan mutu yang bagus
Sumber : berkahsahabat.blogspot.com