Jakarta–Ketakutan terhadap serbuan produk impor asal China akibat perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) Asean-China, mulai menjadi kenyataan.
Seperti yang terlihat di Pusat Grosir Tanah Abang, ancaman tekstil China akan membanjiri pasar mulai terlihat.
Berdasarkan pantauan seperti dilansir VIVANews.com, Sabtu (16/1), pedagang pakaian lokal di pusat grosir terbesar di Asia Tenggara tersebut mulai mengeluhkan sepinya pembeli.
Sebut saja Noni (29 tahun), salah seorang pedagang di Blok A Pasar Tanah Abang, mengaku penjualan anjlok hingga 40 persen karena sepinya pembeli. Noni selama ini menjual pakaian (garmen) buatan dalam negeri, yang dipasoknya dari Bandung dan Jawa Tengah.
“Sekarang mulai sepi. Orang lebih milih beli baju impor,” kata Noni di kiosnya.
Hal itu wajar saja, karena harga baju impor lebih murah ketimbang pakaian lokal. Selain itu, model yang ditawarkan produk China lebih beragam dan selalu mengikuti perkembangan fashion (up to date).
Meski, serbuan baju impor belum banyak terlihat di Tanah Abang, ketakutan pedagang lokal mulai muncul.
Seperti yang diungkapkan Sinta (34 tahun), seorang penjual pakaian impor dan lokal, mengaku lebih banyak meraup untung dari menjual pakaian impor ketimbang pakaian lokal.
Sinta pun berencana untuk mengalihkan seluruh dagangannya ke produk impor, tidak lama lagi.
“Nanti menunggu kiriman dari luar (negeri) datang. Mungkin saya akan jual baju impor saja,” kata dia.
Sejak 1 Januari 2010, sebagian besar produk tekstil dan garmen masuk ke Indonesia dengan tarif nol persen karena pemberlakuan FTA Asean-China.
Pemerintah saat ini juga tengah gencar melakukan upaya negosiasi ulang (renegosiasi) atas 228 pos tarif, yang dominan dari sektor tekstil dan baja.
Sumber : www.solopos.com